Kamis, 06 Juli 2017

Kisah Salomo

SALOMO masih belasan tahun ketika ia menjadi raja. Ia mencintai Yehuwa, dan ia menuruti nasihat bagus yang diberikan kepadanya oleh Daud ayahnya. Yehuwa senang kepada Salomo, dan karena itu pada suatu malam Ia berkata kepada Salomo dalam mimpi, ’Salomo, apa yang kauinginkan untuk Kuberikan kepadamu?’
Mendengar ini Salomo menjawab, ’Yehuwa, Allahku, aku masih sangat muda dan aku tidak tahu bagaimana mestinya memerintah. Maka kiranya Engkau memberikan hikmat untuk memerintah umat-Mu dengan cara yang benar.’
Yehuwa senang akan apa yang diminta oleh Salomo. Maka Ia berkata, ’Karena engkau telah meminta hikmat dan bukan umur panjang atau kekayaan, maka Aku akan memberikan kepadamu hikmat yang lebih banyak daripada yang pernah dimiliki oleh siapa saja yang pernah hidup. Tapi aku juga akan memberikan kepadamu apa yang tidak kau minta, yaitu kekayaan dan kemuliaan.’
Tidak lama kemudian dua wanita datang kepada Salomo. Mereka mengalami kesulitan yang sukar diatasi. ’Wanita ini dan aku tinggal di rumah yang sama,’ seorang dari keduanya menjelaskan. ’Aku melahirkan anak lelaki, dan dua hari kemudian ia juga melahirkan bayi lelaki. Lalu pada suatu malam bayinya meninggal. Tetapi ketika aku sedang tertidur, ia menaruh anaknya yang sudah mati di dekatku dan mengambil bayiku. Ketika aku terbangun dan melihat anak yang mati itu, aku tahu bahwa itu bukan anakku.’
Mendengar itu wanita yang lain berkata, ’Tidak! Anak yang hidup itu saya punya, dan yang mati itu anaknya!’ Wanita yang pertama menjawab, ’Tidak! Anak yang mati itu kau punya, dan yang hidup itu aku punya!’ Begitulah kedua wanita itu bertengkar. Apa yang akan dilakukan oleh Salomo?
Ia menyuruh diambilkan pedang, dan ketika pedang itu sudah ada, ia berkata, ’Penggallah bayi yang hidup itu menjadi dua, dan berikan separuh kepada masing-masing wanita ini.’
Dua wanita bersama salah satu penjaga Salomo yang memegang bayi dan pedang
’Jangan!’ teriak ibu yang sebenarnya dari bayi itu. ’Mohon jangan dibunuh bayi itu. Berikanlah kepadanya!’ Tapi wanita yang lain berkata, ’Jangan berikan kepada siapa pun; penggallah.’
Akhirnya Salomo berbicara, ’Jangan bunuh anak itu! Berikanlah kepada wanita yang pertama. Dialah ibunya yang sebenarnya.’ Salomo tahu hal ini sebab ibu yang sebenarnya mencintai bayi itu sampai-sampai ia rela memberikannya kepada wanita yang lain supaya anak itu tidak dibunuh. Ketika rakyat mendengar bagaimana Salomo mengatasi kesulitan itu, mereka bersukacita mendapat raja yang begitu bijaksana.
Selama pemerintahan Salomo, Allah memberkati bangsa itu. Tanah mereka menumbuhkan banyak sekali gandum dan jelai, buah anggur dan ara serta makanan lainnya. Rakyat memakai pakaian yang bagus dan tinggal di rumah yang bagus. Setiap orang mempunyai lebih dari cukup.

Kisah Bileam

Bileam (bahasa Ibrani: בִּלְעָם, Standar Bilʻam Tiberias Bilʻām; bahasa Inggris: Balaam) bin Beor adalah seorang tokoh yang dicatat dalam kitab Taurat di Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen, maupun di Perjanjian Baru. Kisah hidupnya dicatat terutama dalam Kitab Bilangan pasal 22-24. Tempat tinggalnya di Petor yang di tepi sungai Efrat, atau "Petor di Aram-Mesopotamia". Ia sendiri menyebutkan tempat tinggalnya di Aram. Semua rujukan kuno menganggapnya bukan orang Israel, seorang juru tenung, dan anak Beor, tetapi tidak ada catatan lain mengenai Beor ini. Walaupun sejumlah sumber menilainya positif karena berkat yang diberikannya kepada bangsa Israel, setelah 3 kali disuruh mengutuki bangsa itu oleh raja Balak bin Zipor dari Moab, dia dianggap penyebab kemurtadan bangsa Israel dalam kasus Baal-Peor dan disebut sebagai "orang jahat".


Kisah utama mengenai Bileam terjadi ketika bangsa Israel berkemah di dataran Moab, di daerah seberang (sebelah timur) sungai Yordan dekat Yerikho, di akhir 40 tahun perjalanan dari tanah Mesir menuju ke tanah Kanaan, sebelum Musa mati dan bangsa Israel melintasi sungai Yordan untuk masuk ke tanah Kanaan. Bangsa Israel baru saja mengalahkan 2 orang raja: Sihon, raja orang Amori, dan Og, raja Basan. Balak bin Zipor, raja Moab dan orang-orang Moab menjadi gentar (Bilangan 22:2), maka Balak mengirim utusan yang terdiri dari para tua-tua Moab dan para tua-tua Midian, dengan membawa di tangannya upah penenung, memanggil Bileam untuk datang mengutuki orang Israel (Bilangan 22:4-5). Tidak jelas dalam teks Masoret dan Septuaginta di negara mana Bileam tinggal, kecuali dikatakan "dari Aram", meskipun Taurat Samaria, Vulgata, dan Peshitta Siria semuanya menyebutnya dari Amon.

                                
Mula-mula Bileam tidak mau pergi, karena dalam mimpi dilarang oleh Allah. Namun setelah orang-orang Moab datang lagi, Bileam diberi izin untuk pergi asalkan hanya mengucapkan apa yang diperintahkan oleh Allah. Tanpa diminta lagi oleh orang Moab, Bileam berangkat, sehingga membuat Allah marah. Allah mengirimkan malaikat-Nya menghadang di jalan yang dilalui Bileam, tetapi 3 kali keledai Bileam menghindarinya, meskipun Bileam yang tidak bisa melihat malaikat itu memukulnya. Pada kali ketiga, keledainya tiba-tiba dapat berbicara dan memprotes Bileam yang memukulnya tiga kali. Barulah saat itu Bileam dapat melihat malaikat yang membawa pedang terhunus siap membunuhnya. Bileam diperingatkan untuk hanya mengatakan apa yang diperintahkan oleh Allah.

Kisah Nabi Nuh

Kisah Bahtera Nuh, menurut Kitab Kejadian pasal 6-9, dimulai ketika Allah mengamati perilaku jahat manusia dan memutuskan untuk mengirimkan banjir ke bumi dan menghancurkan seluruh kehidupan. Akan tetapi, Allah menemukan satu manusia yang baik, yaitu Nuh, "seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya," dan memutuskan bahwa ia akan melanjutkan garis keturunan manusia. Allah menyuruh Nuh untuk membangun sebuah bahtera, dan membawa sertanya istrinya dan ketiga anak lelakinya Sem, Ham, dan Yafet, beserta istri mereka. Selain itu, ia disuruh untuk membawa contoh dari semua binatang dan burung-burung di udara, jantan dan betina. Untuk menyediakan makanannya, ia diperintahkan membawa makanan dan menyimpannya di bahteranya.
Nuh dan keluarganya serta binatang-binatang itu masuk ke dalam Bahtera, dan "pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit. Dan turunlah hujan lebat meliputi bumi empat puluh hari empat puluh malam lamanya." Banjir menutupi bahkan gunung-gunung yang tertinggi sekalipun hingga kedalamannya lebih dari 20 kaki, dan segala makhluk di muka Bumi pun mati. Hanya Nuh dan mereka yang ada bersamanya di dalam Bahtera yang selamat dan hidup.
Setelah 150 hari, Bahtera akhirnya berhenti di gunung Ararat. Air terus menyurut, dan setelah sekitar 70 hari lagi puncak-puncak bukit pun muncul. Nuh melepaskan seekor burung gagak yang "terbang pulang pergi, sampai air itu menjadi kering dari atas bumi." Berikutnya, Nuh melepaskan seekor merpati, tetapi ia kembali karena tidak menemukan tempat untuk mendarat. Setelah tujuh hari lagi, Nuh kembali mengeluarkan burung merpati, dan burung itu kembali dengan sehelai daun zaitun di paruhnya, dan Nuh pun tahu bahwa air telah surut. Nuh menunggu tujuh hari lagi dan mengeluarkan burung merpati itu sekali lagi. Kali ini burung itu tidak kembali. Lalu ia dan keluarganya serta semua binatang meninggalkan Bahtera, dan Nuh memberikan kurban kepada Allah. Allah memutuskan bahwa Ia tidak akan mengutuki bumi lagi karena manusia, dan tidak akan pernah lagi menghancurkan semua kehidupan dengan cara seperti ini.
Untuk mengingat janji ini, Allah menempatkan pelangi di awan-awan, sambil berkata, "Apabila kemudian Kudatangkan awan di atas bumi dan busur itu tampak di awan, maka Aku akan mengingat perjanjian-Ku yang telah ada antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup.
Berkas:Noahs Ark.jpg

Kisah Nabi Musa

Menurut Kitab Keluaran, nama Musa (Mošeh משה) berarti "diangkat dari air" dari akar kata mšh משה "mengangkat, menarik ke luar", menurut Keluaran 2:10:
Putri Firaun ... menamainya Musa (משה), sebab katanya: "Karena aku telah menariknya (משיתהו) dari air."
Nama "Musa" ini dapat mengindikasikan bentuk pasif "ditarik keluar", yaitu "dia yang ditarik keluar", tetapi juga ada yang melihat dalam arti aktif, yaitu: "ia yang menarik keluar" dalam arti "Juruselamat" (bahasa Latin: Soter; bahasa Inggris: saviour, deliverer)Musa adalah anak Amram bin Kehat bin Lewi, anak Yakub bin Ishak. Ia diangkat menjadi nabi sekitar tahun 1450 SM. Ia memiliki 2 orang anak (Gersom dan Eliezer) dari istrinya, Zipora. Ia wafat di Tanah Tih (Gunung Nebo) sekitar sebulan sebelum bangsa Israel memasuki tanah Kanaan setelah 40 tahun mengembara di padang gurun sesudah keluar dari Mesir.
Musa adalah seseorang yang diutus oleh Allah untuk pergi membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, dan menuntun mereka pada tanah perjanjian yang dijanjikan Allah kepada Abraham, yaitu tanah Kanaan.
Musa harus melewati berbagai macam rintangan sebelum akhirnya benar-benar menerima mandat sebagai orang yang diutus oleh Allah untuk membebaskan bangsa Israel, misalnya: hampir dibunuh ketika ia masih bayi, dikejar-kejar oleh Firaun, sampai harus menjalani hidup sebagai gembala di tanah Midian selama 40 tahun. Itu semua diijinkan Tuhan untuk membentuk karakternya, sampai akhirnya Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya dalam peristiwa semak duri yang menyala, tetapi tidak dimakan api.
Ketika Musa sudah menerima mandat untuk membebaskan bangsa Israel, kuasa Tuhan mulai menyertai Musa, ditandai dengan adanya mujizat-mujizat yang diadakan oleh Tuhan melalui Musa, baik ketika masa pembebasan Israel dengan tulah-tulah, maupun ketika masa perjalanan bangsa Israel ke Kanaan.
Pada akhirnya, Musa tidak sampai memimpin bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan, oleh karena kesalahan perkataan Musa di Mara yang disebabkan oleh betapa pahit hati Musa menghadapi orang Israel. Musa hanya mengantarkan orang Israel sampai ke tepi timur sungai Yordan, sebelum menyeberang ke tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan tersebut. Musa akhirnya digantikan oleh abdinya yang setia yaitu Yosua bin Nun, yang akhirnya berhasil memimpin bangsa Israel masuk dan menduduki tanah Kanaan.
 Berkas:Rembrandt - Moses with the Ten Commandments - Google Art Project.jpg